Ketika Manusia Konflik Interest dengan Lingkungan

Kesejukan dan kesegaran menjadi komoditas mahal sekarang ini. Kegerahan, kepanasan dan banyak ketidaknyamanan, dialami banyak orang saat menjalani aktifitas keseharian. Semboyan-semboyan gerakan penghijauan tumbuh tetapi baru sebatas retorika. Apa contohnya?
Oke, mari kita mulai bercermin dari pribadi kita sendiri. Misalnya, kalau kita sedang menyelesaikan bangunan rumah untuk diri sendiri atau orang lain, apakah perencanaan taman sudah anda pikirkan dahulu jauh-jauh sebelum bangunan dibuat? Kalau ya, berarti memang anda peduli untuk mengurangi pemanasan global. Tetapi, bagaimana kalau sebaliknya?
Perencanaan taman yang hanya menjadi sekedar ada atau sekedar hijau, dan jelas menjadi perencanaan yang tidak padu dengan bangunan anda sendiri atau dengan lingkungan sekitarnya. Kalau seperti ini berarti anda termasuk menjadi bagian penyumbang global warming yang harusnya kita kurangi.
Ada contoh sederhana yang sekarang ini menjadi trend gaya taman yang tinggal di lahan sempit, tetapi tetap menghadirkan taman, yaitu dengan menghadirkan pola taman vertikal. Tanaman yang secara konvesional sebelumnya dibuat secara horizontal kini disusun vertikal. Dengan penataan sedemikian rupa suatu dinding yang biasanya dipenuhi coretan-coretan yang demikian hebatnya merusak mata, berubah menjadi landskap yang menyejukkan dan menyehatkan mata.
Pada hakekatnya manusia biasanya tentram dan nyaman pada saat berada di taman, karena manusia menyukai hal-hal yang bersifat natural, tetapi dalam perjalanan hidupnya manusia bergeser kepentingan ke arah semata-mata kehidupan manusia sendiri, semua dikalahkan guna kepentingannya sendiri. Dengan alasan tidak mau repot, manusia lebih menyukai tamannya dibuat menjadi perkerasan yang permanen daripada menanamnya dengan rumput yang hijau, atau tanaman artifisial yang menjadi jalan keluar untuk menghadirkan keindahan, dari pada tanaman natural yang dianggap repot memeliharanya.
Manusia menjadi semakin tidak obyektif dengan masalah lingkungannya. Semua masalah lingkungan berlindung kepada kepentingan manusia. Di kota-kota besar manusia lebih memilih banyak membangun hutan-hutan beton daripada hutan-hutan hijau. Masalah kemacetan lalu lintas diatasi dengan pembuatan jalan baru, walau harus mengikis jalur hijau. Tetapi apa yang terjadi? Alam memiliki mekanisme yang unik, maka terjadilah bencana banjir karena pilihan manusia sendiri. Di daerah yang terjadi juga tidak jauh berbeda, dengan dahsyatnya manusia menggali lubangnya sendiri dengan menguras alam tanpa memikirkan kelestarian alam sehingga timbul bencana alam seperti banjir dan longsor.
Kenyamanan hidup menjadi langka di mana-mana. Mungkin sekarang baru global warming, tetapi di kemudian hari bisa berkembang menjadi bencana serius. Apakah itu yang akan kita wariskan buat anak cucu?
Jadi, lingkungan hidup kita sekarang dan yang akan datang, pilihannya tergantung kepada apa yang kita lakukan sekarang buat lingkungan kita. Anda setuju?
Tinggalkan Balasan